Selasa, 24 Februari 2004 17:47:12 WIB
Kategori : Bid'ah
Sumber : http://almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=284
KESEMPURNAAN ISLAM DAN BAHAYA BID'AH
Oleh
Syaikh
Muhammad bin Sholeh Al-'Utsaimin
Bagian Terakhir dari Empat Tulisan
[4/4]
Syarat Yang Harus Dipenuhi Dalam Ibadah
Perlu diketahui
bahwa mutaba'ah (mengikuti Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam) tidak akan
tercapai kecuali apabila amal yang dikerjakan sesuai dengan syari'at dalam enam
perkara.
Pertama : Sebab.
Jika seseorang melakukan suatu ibadah kepada
Allah dengan sebab yang tidak disyari'atkan, maka ibadah tersebut adalah bid'ah
dan tidak diterima (ditolak). Contoh : Ada orang yang melakukan shalat tahajud
pada malam dua puluh tujuh bulan Rajab, dengan dalih bahwa malam itu adalah
malam Mi'raj Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam (dinaikkan ke atas
langit). Shalat tahajud adalah ibadah, tetapi karena dikaitkan dengan sebab
tersebut menjadi bid'ah. Karena ibadah tadi didasarkan atas sebab yang tidak
ditetapkan dalam syari'at. Syarat ini -yaitu : ibadah harus sesuai dengan
syari'at dalam sebab - adalah penting, karena dengan demikian dapat diketahui
beberapa macam amal yang dianggap termasuk sunnah, namun sebenarnya adalah
bid'ah.
Kedua : Jenis.
Artinya : ibadah harus sesuai dengan syari'at
dalam jenisnya. Jika tidak, maka tidak diterima. Contoh : Seorang yang
menyembelih kuda untuk kurban adalah tidak sah, karena menyalahi ketentuan
syari'at dalam jenisnya. Yang boleh dijadikan kurban yaitu unta, sapi dan
kambing.
Ketiga : Kadar (Bilangan).
Kalau seseorang yang menambah
bilangan raka'at suatu shalat, yang menurutnya hal itu diperintahkan, maka
shalat tersebut adalah bid'ah dan tidak diterima, karena tidak sesuai dengan
ketentuan syari'at dalam jumlah bilangan rakaatnya. Jadi, apabila ada orang
shalat zhuhur lima raka'at, umpamanya, maka shalatnya tidak sah.
Keempat
: Kaifiyah (Cara).
Seandainya ada orang berwudhu dengan cara membasuh tangan,
lalu muka, maka tidak sah wudhunya karena tidak sesuai dengan cara yang
ditentukan syari'at.
Kelima : Waktu.
Apabila ada orang yang
menyembelih binatang kurban pada hari pertama bulan Dzul Hijjah, maka tidak sah,
karena waktu melaksanakannya tidak menurut ajaran Islam.
Saya pernah
mendengar bahwa ada orang bertaqarub kepada Allah pada bulan Ramadhan dengan
menyembelih kambing. Amal seperti ini adalah bid'ah, karena tidak ada sembelihan
yang ditujukan untuk bertaqarrub kepada Allah kecuali sebagai kurban, denda haji
dan akikah. Adapun menyembelih pada bulan Ramadhan dengan i'tikad mendapat
pahala atas sembelihan tersebut sebagaimana dalam Idul Adha adalah bid'ah. Kalau
menyembelih hanya untuk memakan dagingnya, boleh saja.
Keenam :
Tempat.
Andaikata ada orang beri'tikaf di tempat selain masjid, maka tidak
sah i'tikafnya. Sebab tempat i'tikaf hanyalah di masjid. Begitu pula, andaikata
ada seorang wanita hendak beri'tikaf di dalam mushalla di rumahnya, maka tidak
sah i'tikafnya, karena tempat melakukannya tidak sesuai dengan ketentuan
syari'at, Contoh lainnya : Seseorang yang melakukan thawaf di luar Masjid Haram
dengan alasan karena di dalam sudah penuh sesak, tahawafnya tidak sah, karena
tempat melakukan thawaf adalah dalam Baitullah tersebut, sebagaimana firman
Allah Ta'ala.
"Artinya : Dan sucikanlah rumah-Ku ini bagi orang-orang
yang thawaf". [Al-Hajj : 26].
Kesimpulan dari penjelasan di atas, bahwa
ibadah seseorang tidak termasuk amal shaleh kecuali apabila memenuhi dua syarat,
yaitu :
Pertama : Ikhlas
Kedua : Mutaba'ah.
Dan Mutaba'ah tidak
akan tercapai kecuali dengan enam perkara yang telah diuraikan
tadi.
Penutup
Penulis berpesan kepada mereka yang terjerat dalam
cobaan bid'ah, yang kemungkinan mempunyai tujuan baik dan menghendaki kebaikan,
apabila anda memang menghendaki kebaikan maka -demi Allah- tidak ada jalan yang
lebih baik daripada jalan para Salaf (generasi pendahulu) Radhiyallahu
'anhum.
Pegang teguhlah sunnah Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam,
ikutilah jejak para salaf shaleh, dan perhatikanlah apakah hal itu akan
merugikan anda .?
Dan kami katakan, dengan sesungguhnya, bahwa anda akan
mendapatkan kebanyakan orang yang suka mengerjakan bid'ah merasa enggan dan
malas untuk mengerjakan hal-hal yang sudah jelas diperintahkan dan disunnahkan.
Jika mereka selesai melakukan bid'ah, tentu mereka menghadapi sunnah yang telah
ditetapkan dengan rasa engggan dan malas. Itu semua merupakan dampak dari bid'ah
terhadap hati.
Bid'ah, besar dampaknya terhadap hati dan amat berbahaya
bagi agama. Tidak ada suatu kaum melakukan bid'ah dalam agama Allah melainkan
mereka telah pula menghilangkan dari sunnah yang setara dengannya atau
melebihinya, sebagaimana hal ini dinyatakan oleh seorang ulama
salaf.
Akan tetapi apabila seseorang merasa bahwa dirinya adalah pengikut
dan bukan pembuat syari'at, maka akan tercapai olehnya kesempurnaan takut,
tunduk, patuh dan ibadah kepada Rabbul 'alamien serta kesempurnaan ittiba'
(keikutsertaan) kepada Imamul Muttaqin, Sayyidul Mursalin, Rasulullah Muhammad
Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Penulis berpesan kepada saudara-saudara
kaum Muslimin yang menganggap baik sebagian dari bid'ah, baik yang berkenan
dengan dzat, asma' dan sifat Allah, atau yang berkenan dengan pribadi dan
pengagungan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, hendaklah mereka takut
kepada Allah dan menghindari hal-hal semacam itu. Beramalllah dengan didasari
ikhlas dan sunnah, bukan syirik dan bid'ah ; menurut apa yang diridhai Allah,
bukan apa yang disenangi syaitan. Dan hendaklah mereka memperhatikan apakah yang
dapat dicapai oleh hati mereka, berupa keselamatan, kehidupan, ketenangan,
kebahagian dan nur yang agung.
Semoga Allah menjadikan kita sebagai
penunjuk jalan yang mendapat petunjuk-Nya dan pemimpin yang membawa kebaikan,
memerangi hati kita dengan iman dan ilmu, menjadikan ilmu yang kita miliki
membawa berkah dan bukan bencana. Serta semoga Allah membimbing kita kepada
jalan para hamba-Nya yang beriman, menjadikan kita termasuk para auliya-Nya yang
bertakwa dan golongan-Nya yang beruntung.
Shalawat dan salam semoga tetap
dilimpahkan Allah kepada Nabi Kita, Muhammad, kepada keluarga dan para
sahabatnya.
[Disalin dari buku Al-Ibdaa' fi Kamaalisy Syar'i wa Khatharil
Ibtidaa' edisi Indonesia Kesempurnaan Islam dan Bahaya Bid'ah karya Syaikh
Muhammad bin Sholeh Al-'Utsaimin, penerjemah Ahmad Masykur MZ, terbitan Yayasan
Minhajus Sunnah, Bogor - Jabar]