Translate

Rabu, 01 Januari 2014

Tahlilan (Selamatan Kematian) Adalah Bid'ah Munkar Dengan Ijma Para Shahabat Dan Seluruh Ulama Islam

 
Oleh
Al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat


عَنْ جَرِيْربْنِ عَبْدِ اللَّهِ الْبَجَلِيِّ قَالَ : كُنَّا نَرَى (وفِى رِوَايَةٍ : كُنَا نَعُدُّ) اْلاِجْتِمَاع اِلَى أَهلِ الْمَيِّتِ وَصَنْعَةَ الطَّعَامِ (بَعْدَ دَفْنِهِ) مِنَ الْنِّيَاحَةِ
 

"Dari Jarir bin Abdullah Al Bajaliy, ia berkata : " Kami (yakni para shahabat semuanya) memandang/menganggap (yakni menurut madzhab kami para shahabat) bahwa berkumpul-kumpul di tempat ahli mayit dan membuatkan makanan sesudah ditanamnya mayit termasuk dari bagian meratap"

TAKHRIJ HADITS
Hadits ini atau atsar di atas dikeluarkan oleh Imam Ibnu Majah (No. 1612 dan ini adalah lafadzhnya) dan Imam Ahmad di musnadnya (2/204 dan riwayat yang kedua bersama tambahannya keduanya adalah dari riwayat beliau), dari jalan Ismail bin Abi Khalid dari Qais bin Abi Hazim dari Jarir sebagaimana tersebut di atas.

Saya berkata : Sanad Hadits ini shahih dan rawi-rawinya semuanya tsiqat (dapat dipercaya ) atas syarat Bukhari dan Muslim.

Dan hadits atau atsar ini telah dishahihkan oleh jama’ah para Ulama yakni para Ulama Islam telah ijma/sepakat tentang hadits atau atsar di atas dalam beberapa hal.

Pertama : Mereka ijma' atas keshahihan hadits tersebut dan tidak ada seorang pun Ulama -sepanjang yang diketahui penulis- wallahu a’lam yang mendloifkan hadits ini. Dan ini disebabkan seluruh rawi yang ada di sanad hadits ini –sebagaimana saya katakan dimuka- tsiqoh dan termasuk rawi-rawi yang dipakai oleh Imam Bukhari dan Muslim.

Kedua : Mereka ijma' dalam menerima hadits atau atsar dari ijma' para shahabat yang diterangkan oleh Jarir bin Abdullah. Yakni tidak ada seorangpun Ulama yang menolak atsar ini. Yang saya maksud dengan penerimaan (qobul) para Ulama ini ialah mereka menetapkan adanya ijma’ para shahabat dalam masalah ini dan tidak ada seorangpun di antara mereka yang menyalahinya.

Ketiga : Mereka ijma' dalam mengamalkan hadits atau atsar diatas. Mereka dari zaman shahabat sampai zaman kita sekarang ini senantiasa melarang dan mengharamkan apa yang telah di ijma'kan oleh para shahabat yaitu berkumpul-kumpul ditempat atau rumah ahli mayit yang biasa kita kenal di negeri kita ini dengan nama " Selamatan Kematian atau Tahlilan".

LUGHOTUL HADITS
1. كُنَا نَعُدُّ / كُنَّا نَرَى = Kami memandang/menganggap.
Maknanya : Menurut madzhab kami para shahabat semuanya bahwa berkumpul-kumpul di rumah ahli mayit dan membuatkan makanan termasuk dari bagian meratap.

Ini menunjukkan telah terjadi ijma’/kesepakatan para shahabat dalam masalah ini. Sedangkan ijma’ para shahabat menjadi dasar hukum Islam yang ketiga setelah Al-Qur’an dan Sunnah dengan kesepakatan para Ulama Islam seluruhnya.

2. اْلاِجْتِمَاع اِلَى أَهلِ الْمَيِّتِ وَصَنْعَةَ الطَّعَامِ = Berkumpul-kumpul di tempat atau di rumah ahli mayit dan membuatkan makanan yang kemudian mereka makan bersama-sama

3. بَعْدَ دَفْنِهِi = Sesudah mayit itu ditanam/dikubur. Lafadz ini adalah tambahan dari riwayat Imam Ahmad.

Keterangan di atas tidak menunjukkan bolehnya makan-makan di rumah ahli mayit “sebelum dikubur”!?. Akan tetapi yang dimaksud ialah ingin menjelaskan kebiasaan yang terjadi mereka makan-makan di rumah ahli mayit sesudah mayit itu dikubur.

4. مِنَ الْنِّيَاحَةِ = Termasuk dari meratapi mayit
Ini menunjukkan bahwa berkumpul-kumpul di tempat ahli mayit atau yang kita kenal di sini dengan nama “selamatan kematian/tahlilan” adalah hukumnya haram berdasarkan madzhab dan ijma’ para sahabat karena mereka telah memasukkan ke dalam bagian meratap sedangkan merapat adalah dosa besar.

SYARAH HADITS
Hadits ini atau atsar di atas memberikan hukum dan pelajaran yang tinggi kepada kita bahwa : Berkumpul-kumpul di tempat ahli mayit dan makan-makan di situ (ini yang biasa terjadi) termasuk bid’ah munkar (haram hukumnya). Dan akan bertambah lagi bid’ahnya apabila di situ diadakan upacara yang biasa kita kenal di sini dengan nama “selamatan kematian/tahlilan pada hari pertama dan seterusnya”.

Hukum diatas berdasarkan ijma’ para shahabat yang telah memasukkan perbuatan tersebut kedalam bagian meratap. Sedangkan meratapi mayit hukumnya haram (dosa) bahkan dosa besar dan termasuk salah satu adat jahiliyyah.

FATWA PARA ULAMA ISLAM DAN IJMA’ MEREKA DALAM MASALAH INI
Apabil para shahabat telah ijma’ tentang sesuatu masalah seperti masalah yang sedang kita bahas ini, maka para tabi’in dan tabi’ut-tabi’in dan termasuk di dalamnya Imam yang empat (Abu Hanifah, Malik, Syafi’iy dan Ahmad) dan seluruh Ulama Islam dari zaman ke zamanpun mengikuti ijma’nya para sahabat yaitu berkumpul-kumpul di tempat ahli mayit dan makan-makan di situ adalah haram dan termasuk dari adat/kebiasaan jahiliyyah.

Oleh karena itu, agar supaya para pembaca yang terhormat mengetahui atas dasar ilmu dan hujjah yang kuat, maka di bawah ini saya turunkan sejumlah fatwa para Ulama Islam dan Ijma’ mereka dalam masalah “selamatan kematian”.

1. Telah berkata Imamnya para Ulama, mujtahid mutlak, lautan ilmu, pembela Sunnah. Al-Imam Asy-Syafi’iy di ktabnya ‘Al-Um” (I/318).

“Aku benci al ma'tam yaitu berkumpul-kumpul dirumah ahli mayit meskipun tidak ada tangisan, karena sesungguhnya yang demikian itu akan memperbaharui kesedihan"[1]

Perkataan imam kita diatas jelas sekali yang tidak bisa dita'wil atau ditafsirkan kepada arti dan makna lain kecuali bahwa beliau dengan tegas mengharamkan berkumpul-kumpul dirumah keluarga/ahli mayit. Ini baru berkumpul saja, bagaimana kalau disertai dengan apa yang kita namakan disini sebagai Tahlilan ?"
2. Telah berkata Imam Ibnu Qudamah, di kitabnya Al Mughni (Juz 3 halaman 496-497 cetakan baru ditahqiq oleh Syaikh Abdullah bin Abdul Muhsin At Turki ) :

“Adapun ahli mayit membuatkan makanan untuk orang banyak maka itu satu hal yang dibenci ( haram ). Karena akan menambah kesusahan diatas musibah mereka dan menyibukkan mereka diatas kesibukan mereka [2] dan menyerupai perbuatan orang-orang jahiliyyah.
 

Dan telah diriwayatkan bahwasannya Jarir pernah bertamu kepada Umar. Lalu Umar bertanya,.Apakah mayit kamu diratapi ?" Jawab Jarir, " Tidak !" Umar bertanya lagi, " Apakah mereka berkumpul di rumah ahli mayit dan mereka membuat makanan ? Jawab Jarir, " Ya !" Berkata Umar, " Itulah ratapan !"

3. Telah berkata Syaikh Ahmad Abdurrahman Al Banna, di kitabnya : Fathurrabbani tartib musnad Imam Ahmad bin Hambal ( 8/95-96) :

"Telah sepakat imam yang empat (Abu Hanifah, Malik, Syafi'i dan Ahmad) atas tidak disukainya ahli mayit membuat makanan untuk orang banyak yang mana mereka berkumpul disitu berdalil dengan hadits Jarir bin Abdullah. Dan zhahirnya adalah HARAM karena meratapi mayit hukumnya haram, sedangkan para Shahabat telah memasukkannya (yakni berkumpul-kumpul di rumah ahli mayit) bagian dari meratap dan dia itu (jelas) haram.
 

Dan diantara faedah hadits Jarir ialah tidak diperbolehkannya berkumpul-kumpul dirumah ahli mayit dengan alasan ta'ziyah /melayat sebagaimana dikerjakan orang sekarang ini.
 

Telah berkata An Nawawi rahimahullah : Adapun duduk-duduk (dirumah ahli mayit ) dengan alasan untuk ta'ziyah telah dijelaskan oleh Imam Syafi'i dan pengarang kitab Al Muhadzdzab dan kawan-kawan semadzhab atas dibencinya (perbuatan tersebut)........
 

Kemudian Nawawi menjelaskan lagi, " Telah berkata pengarang kitab Al Muhadzdzab : “Dibenci duduk-duduk (ditempat ahli mayit ) dengan alasan untuk ta'ziyah. Karena sesungguhnya yang demikian itu adalah muhdats (hal yang baru yang tidak ada keterangan dari Agama), sedang muhdats adalah " Bid'ah."

Kemudian Syaikh Ahmad Abdurrahman Al-Banna di akhir syarahnya atas hadits Jarir menegaskan : “Maka, apa yang biasa dikerjakan oleh kebanyakan orang sekarang ini yaitu berkumpul-kupmul (di tempat ahli mayit) dengan alasan ta’ziyah dan mengadakan penyembelihan, menyediakan makanan, memasang tenda dan permadani dan lain-lain dari pemborosan harta yang banyak dalam seluruh urusan yang bid’ah ini mereka tidak maksudkan kecuali untuk bermegah-megah dan pamer supaya orang-orang memujinya bahwa si fulan telah mengerjakan ini dan itu dan menginfakkan hartanya untuk tahlilan bapak-nya. Semuanya itu adalah HARAM menyalahi petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan Salafush shalih dari para shahabat dan tabi’in dan tidak pernah diucapkan oleh seorangpun juga dari Imam-imam Agama (kita).

Kita memohon kepada Allah keselamatan !”

4. Al Imam An Nawawi, dikitabnya Al Majmu' Syarah Muhadzdzab (5/319-320) telah menjelaskan tentang bid'ahnya berkumpul-kumpul dan makan-makan dirumah ahli mayit dengan membawakan perkataan penulis kitab Asy -Syaamil dan lain-lain Ulama dan beliau menyetujuinya berdalil dengan hadits Jarir yang beliau tegaskan sanadnya shahih. Dan hal inipun beliau tegaskan di kitab beliau “Raudlotuth Tholibin (2/145).

5. Telah berkata Al Imam Asy Syairoziy, dikitabnya Muhadzdzab yang kemudian disyarahkan oleh Imam Nawawi dengan nama Al Majmu' Syarah Muhadzdzab : "Tidak disukai /dibenci duduk-duduk (ditempat ahli mayit) dengan alasan untuk Ta'ziyah karena sesungguhnya yang demikian itu muhdats sedangkan muhdats adalah " Bid'ah ".

Dan Imam Nawawi menyetujuinya bahwa perbatan tersebut bid’ah. [Baca ; Al-Majmu’ syarah muhadzdzab juz. 5 halaman 305-306]

6. Al Imam Ibnul Humam Al Hanafi, di kitabnya Fathul Qadir (2/142) dengan tegas dan terang menyatakan bahwa perbuatan tersebut adalah " Bid'ah Yang Jelek". Beliau berdalil dengan hadits Jarir yang beliau katakan shahih.

7. Al Imam Ibnul Qayyim, di kitabnya Zaadul Ma'aad (I/527-528) menegaskan bahwa berkumpul-kumpul (dirumah ahli mayit) dengan alasan untuk ta'ziyah dan membacakan Qur'an untuk mayit adalah " Bid'ah " yang tidak ada petunjuknya dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam

8. Al Imam Asy Syaukani, dikitabnya Nailul Authar (4/148) menegaskan bahwa hal tersebut Menyalahi Sunnah.

9. Berkata penulis kitab ‘Al-Fiqhul Islamiy” (2/549) : “Adapaun ahli mayit membuat makanan untuk orang banyak maka hal tersebut dibenci dan Bid’ah yang tidak ada asalnya. Karena akan menambah musibah mereka dan menyibukkan mereka diatas kesibukan mereka dan menyerupai (tasyabbuh) perbuatan orang-orang jahiliyyah”.

10. Al Imam Ahmad bin Hambal, ketika ditanya tentang masalah ini beliau menjawab : " Dibuatkan makanan untuk mereka (ahli mayit ) dan tidaklah mereka (ahli mayit ) membuatkan makanan untuk para penta'ziyah." [Masaa-il Imam Ahmad bin Hambal oleh Imam Abu Dawud hal. 139]

11. Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, " Disukai membuatkan makanan untuk ahli mayit dan mengirimnya kepada mereka. Akan tetapi tidak disukai mereka membuat makanan untuk para penta'ziyah. Demikian menurut madzhab Ahmad dan lain-lain." [Al Ikhtiyaaraat Fiqhiyyah hal.93]

12. Berkata Al Imam Al Ghazali, dikitabnya Al Wajiz Fighi Al Imam Asy Syafi'i (I/79), " Disukai membuatkan makanan untuk ahli mayit."

KESIMPULAN.
Pertama : Bahwa berkumpul-kumpul ditempat ahli mayit hukumnya adalah BID'AH dengan kesepakatan para Shahabat dan seluruh imam dan ulama' termasuk didalamnya imam empat.

Kedua : Akan bertambah bid'ahnya apabila ahli mayit membuatkan makanan untuk para penta'ziyah.

Ketiga : Akan lebih bertambah lagi bid'ahnya apabila disitu diadakan tahlilan pada hari pertama dan seterusnya.

Keempat : Perbuatan yang mulia dan terpuji menurut SUNNAH NABI Shallallahu ‘alaihi wa sallam kaum kerabat /sanak famili dan para jiran/tetangga memberikan makanan untuk ahli mayit yang sekiranya dapat mengenyangkan mereka untuk mereka makan sehari semalam. Ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika Ja'far bin Abi Thalib wafat.

"Buatlah makanan untuk keluarga Ja'far ! Karena sesungguhnya telah datang kepada mereka apa yang menyibukakan mereka (yakni musibah kematian)." [Hadits Shahih, riwayat Imam Asy Syafi'i ( I/317), Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad (I/205)]

Hal inilah yang disukai oleh para ulama kita seperti Syafi’iy dan lain-lain (bacalah keterangan mereka di kitab-kitab yang kami turunkan di atas).

Berkata Imam Syafi’iy : “Aku menyukai bagi para tetangga mayit dan sanak familinya membuat makanan untuk ahli mayit pada hari kematiannya dan malam harinya yang sekiranya dapat mengenyangkan mereka, karena sesungguhnya yang demikian adalah (mengikuti) SUNNAH (Nabi).... “ [Al-Um I/317]

Kemudian beliau membawakan hadits Ja’far di atas.

[Disalin dari buku Hukum Tahlilan (Selamatan Kematian) Menurut Empat Madzhab dan Hukum Membaca Al-Qur’an Untuk Mayit Bersama Imam Syafi’iy, Penulis Abdul Hakim bin Amir Abdat (Abu Unaisah), Penerbit Tasjilat Al-Ikhlas, Cetakan Pertama 1422/2001M]
_______
Footnote
[1]. Ini yang biasa terjadi dan Imam Syafi'i menerangkan menurut kebiasaan yaitu akan memperbaharui kesedihan. Ini tidak berarti kalau tidak sedih boleh dilakukan. Sama sekali tidak ! Perkataan Imam Syafi'i diatas tidak menerima pemahaman terbalik atau mafhum mukhalafah.
[2]. Perkataan ini seperti di atas yaitu menuruti kebiasaannya selamatan kematian itu menyusahkan dan menyibukkan. Tidak berarti boleh apabila tidak menyusahkan dan tidak menyibukkan ! Ambillah connoth firman Allah did alam surat An-Nur ayat 33 :”Janganlah kamu paksa budak-budak wanitamu untuk melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri mengingini kesucian, karena kamu hendak mencari keuntungan duniawi”. Apakah boleh kita menyuruh budak perempuan kita untuk melacur ap
abila mereka menginginkannya?! Tentu tidak!

Sumber : http://almanhaj.or.id/
Readmore...

Hukum Adzan dan Keutamaannya

 
Hukum adzan, apakah wajib atau sunnah ?
Jawaban :
Adzan hukumnya fardhu kifayah bagi laki-laki ketika sudah masuk waktu sholat lima waktu, termasuk di dalamnya sholat jum’at. Artinya jika salah satu laki-laki dari kaum muslimin telah mengumandangkan adzan ketika telah masuk waktu sholat Maghrib umpamanya, maka gugurlah kewajiban atas semua laki-laki dari kaum muslimin yang lain. Sebaliknya jika tidak ada satupun yang mengumandangkan adzan ketika sudah masuk waktu sholat wajib, maka seluruh kaum muslimin berdosa.
Dalilnya adalah hadist Malik bin al- Huwairisi bahwasanya Rosulullah sholahu ‘alaihi wa as- salam bersabda :
فإذا حضرت الصلاة فليؤذن لكم أحدكم ثم ليؤمكم أكبركم
"Jika waktu sholat telah tiba, hendaklah salah seorang diantara kalian mengumandangkan adzan untuk kalian dan hendaklah orang yang paling tua diantara kalian yang menjadi imam.(HR Bukhari dan Muslim )
 Apa saja keutamaan adzan ?
Jawaban :
Adzan mempunyai banyak keutamaan, diantaranya adalah :
1/ Orang yang selalu mengumandangkan adzan ( muadzin ) pada hari kiamat lehernya akan lebih panjang. Dalilnya adalah hadist Muawiyah bin Abu Sufyan radhiyallahu ‘anhusholahu ‘alaihi wa as- salam bersabda : bahwasanya Rosulullah
المؤذنون أطول الناس أعناقا يوم القيامة
Muadzin itu merupakan orang yang berleher paling panjang pada hari kiamat kelak. (HR.Muslim)
2/ Adzan membuat setan lari. Dalilnya hadist Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rosulullah sholahu ‘alaihi wa as- salam bersabda :
إذا نودي للصلاة أدبر الشيطان له ضراط حتى لا يسمع التأذين فإذا قضي التأذين أقبل حتى إذا ثوب بالصلاة أدبر حتى إذا قضي التثويب أقبل حتى يخطر بين المرء ونفسه يقول له اذكر كذا واذكر كذا لما لم يكن يذكر من قبل حتى يظل الرجل ما يدري كم صلى
" Jika sholat sudah diserukan, maka setan berbalik membelakanginya sambil mengeluarkan suara kentut yang keras sehingga adzan tidak terdengar. Dan jika seruan adzan selesai, dia kembali berbalik lagi sehinga jika jika seruan sholat (Iqomah) kembali dikumandangkan, dia membelakangi lagi sehingga jika iqomah selesai dikumandangkan, dia berbalik lagi sehingga dia muncul diantara seseorang dengan dirinya. Dia berkata kepadanya, ' ingatlah begini,, ingatlah begitu terhadap sesuatu yang sebelumnya dia tidak mengingatnya sehingga dia tidak mengetahui berapa rakaat dia telah mengerjakan shalat. ( HR Bukhari dan Muslim )
3/ Orang yang selalu mengumandangkan adzan, akan mendapatkan pahala yang besar, sebagaimana yang terdapat di dalam hadist Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rosulullah sholahu ‘alaihi wa as- salam bersabda :
لو يعلم الناس ما في النداء والصف الأول ثم لم يجدوا إلا أن يستهموا عليه لاستهموا ولو يعلمون ما في التهجير لاستبقوا إليه ولو يعلمون ما في العتمة والصبح لأتوهما ولو حبوا
"Kalau saja umat manusia mengetahui pahala yang terkandung pada adzan dan barisan pertama, kemudian mereka tidak mendapatkannya, kecuali dengan cara mengundi, pasti mereka akan mengadakan undian. Sekiranya mereka mengetahui pahala yang terdapat pada kesegeraan berangkat shalat , pasti mereka akan berlomba- lomba mendatanginya. Dan sekiranya mereka, mengetahui pahala sholat isya' dan shubuh, pasti mereka akan mendatanginya (ke masjid) meski dengan cara merangkak. (HR Bukhari dan Muslim)
4/ Diantara pahala seorang muadzin adalah akan diampuni dosa-dosanya sejauh jarak suara adzannya, sebagaimana yang tersebut di dalam hadist Barra’ bin Azib radhiyallahu ‘anhusholahu ‘alaihi wa as- salam bersabda : bahwasanya Rosulullah
إن الله وملائكته يصلون على الصف المقدم والمؤذن يغفر له مد صوته ويصدقه من سمعه من رطب ويابس وله مثل أجر من صلى معه
"Sesungguhnya Allah dan para Malaikat-Nya bershalawat atas barisan terdepan , dan Muadzin diberi ampunan sejauh suaranya serta dibenarkan oleh orang yang mendengarkannya, baik yang masih basah maupun yang sudah kering. Dan baginya pahala seperti pahala orang yang mengerjakan shalat dengannya." ( Hadits Shohih Riwayat Nasa'I dan Ahmad)
5/ Seorang muadzin akan didoakan oleh Rosulullah sholahu ‘alaihi wa as- salam sebagaimana yang tersebut di dalam hadist Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rosulullah sholahu ‘alaihi wa as- salam bersabda :
الامام ضامن و المؤذن مؤتمن اللهم ارشد الائمة واغفر للمؤذنين
"Imam itu bertanggung jawab. Sementara muadzin menjadi kepercayaan umat manusia.Ya Allah, berilah petunjuk kepada para imam dan berilah ampunan kepada para muadzin.( Hadits Shohih Riwayat Abu Dawud, Turmudzi, dan Ibnu Khuzaimah)
6/ Allah subhanahu wa ta’ala akan mengampuni muadzin yang ikhlas mengumandangkan adzan, walaupun di tempat yang tterpencil, sebagaimana yang tersebut di dalam hadist ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rosulullah sholahu ‘alaihi wa as- salam bersabda :
يعجب ربكم من راعي غنم في رأس شظية الجبل يؤذن فيقول الله عز وجل انظروا إلى عبدي هذا يؤذن ويقيم الصلاة يخاف مني قد غفرت لعبدي وأدخلته الجنة
Rabb kalian merasa bangga terhadap seseorang pengembala kambing disebuah puncak bukit yang mengumandangkan adzan shalat dan mengerjakan adzan. Maka Allah yang Maha perkasa lagi Maha mulia berfirman : " Lihatlah hamba-Ku itu, dia mengumandangkan adzan dan iqomah karena merasa takut kepada-Ku. Sesungguhnya aku telah mengampuni hamba-Ku itu dan memasukannya ke surga." ( Hadist Shohih Riwayat Abu Daud )

Sumber : www.ahmad zain com
Readmore...

Perbedaan Islam Ahlul Sunnah dengan Ahlul Bid'ah dan Musyrik

 
Assalamualaikum wr.wbr. 
Pembaca yang budiman, dari beberapa kajian islam yang terus saya ikuti, ternyata yang namanya "Islam" itu banyak. Semua aliran-aliran islam itu ingin mau dikatakan yang paling benar, tetapi benar disini bukan berarti islam telah menjalankan prilaku sesuai aturan secara umum, melainkan islam yang hakiki itu bagaimana dilaksanakan oleh seorang muslim cara beribadah kepada Alloh, yaitu seorang hamba Alloh yang mengikuti tata cara beribadah seperti apa yang dilakukan oleh Rasululloh SAW, kemudian para sahabat, Tabiin dan generasi selanjutnya. Seperti yang kita ketahui islam sekarang terpecah menjadi beberapa golongan, yang semua mengakui kebenaran sesuai prinsip-prinsip yang dilakukannya, tetapi dari beberapa golongan hanya satu golongan saja yang masuk syurga, kemudian golongan manakah itu?", yaitu "Ahlul Sunnah" yang benar-benar melaksanakan ajaran Rasululloh SAW dengan memegang teguh kepada Al-Quran dan Al-Hadits. Dan "Ahlul Sunnah" inilah yang memang islam yang melaksanakan aturan-aturan sesuai Al-quran dan Akhlak Rasululloh SAW, dengan menjauhkan dari perbuatan-perbuatan syirik (Kemusyrikan) dan Kesesatan (Bid'ah). 

Ciri-ciri Islam ' Ahlul Sunnah".
Menafsirkan Iman sesuai dengan pelaksanaannya, yaitu :

  • Mengimani Alloh SWT dengan tidak ada sesuatupun yang menyamai-Nya dalam arti kekuasaan-Nya dan Perbuatan-Nya tidak sama dengan mahluk, dengan demikian Islam harus menempatkan Alloh SWT   sajalah yang menghidupkan, memberikan rizki, menentukan taqdir (sunnatulloh) kepada mahluk. Dan umat islam memohon doapun hanya ditujukan kepada Alloh semata, tanpa perantara mahluk lain baik benda hidup atau benda mati  yang berhubungan benda-benda yang dianggap keramat atau manusia yang dianggap suci seperti para wali dan para nabi, dan ini merupakan akhlak untuk memurnikan akidah Ahlul Sunnah untuk bertauhid kepada Alloh. 
  • Menjalankan Amar Ma'ruf yaitu : Perintah Alloh SWT dalam rukun islam (Membaca dua kalimat  syahadat, Melaksanakan  Shalat 5 waktu, Puasa di bulan Ramadhan, Membayar zakat dan Menunaikan  ibadah haji ke Baitulloh (jika mampu).
  • Mengikuti akhlak Rasululloh SAW, para sahabat, tabii wattabiin sebagai Salafus Shaleh
  • Menjauhi larangan Alloh, seperti berbuat syirik (Musyrik), Maksiat, Zholim dan melakukan perbuatan bid'ah dalam ibadah.
Ciri-ciri "Ahlul Bid'ah dan Orang Musyrik"
  • Imannya selalu timbul tenggelam, dalam arti pagi beriman sorenya kafir atau sore beriman pagi harinya kafir.
  • Selalu ingin minta imbalan dalam ibadahnya
  • Tidak percaya penuh kepada kekuasaan Alloh atau masih menyandarkan sesuatu urusan kepada selain Alloh, semisal ketika ada kesulitan-kesulitan tidak jarang ahlul bid'ah meminta-meminta melalui dukun, ahli nujum, tukang ramal, kuburan-kuburan orang suci atau benda-benda yang dianggap keramat untuk meminta sesuatu urusan nasib seperti kekayaan (rijki), masalah pangkat, jabatan, kewibawaan ataupun masalah jodoh, inilah yang disebut menduakan Alloh (Syirik) dan ini adalah akidah paling jelek
  • Membolehkan membaca quran dan zikir di atas kuburan
  • Selalu mengada-ada suatu perkara dalam ibadah (bid'ah), yang semua bukan berasal dari perilaku Rasululloh SAW
  • Selalu mengedepankan kepentingan pribadi dan golongannya daripada menjalankan "Amar Ma'ruf Nahi Munkar dalam arti ibadah wajib itu tidaklah penting, seperti ketika mengadakan berkaitan perbuatan bid'ah secara mayoritas shalat wajibnya itu ditunda-tunda bahkan ditinggalkan atau tidak dilaksanakan.

Readmore...

Tafsir Quran

 

Strictly for is read can't at downloads
Readmore...

Ahlus Sunnah

 
Muhammad bin Abdullah Al-Wuhaibi

As-Sunnah dalam istilah mempunyai beberapa makna (lihat : Mawaqif Ibnu Taimiyah Minal         Asy'ariyah I :
3804 oleh Syaikh Abdur-Rahman Al-Mahmud dan Mafhum Ahlis Sunnah Wal Jama'ah Inda Ahlis Sunnah Wal Jama'ah oleh Syaikh Nasyir Al-Aql). Dalam tulisan ringkas ini tidak hendak dibahas makna-makna itu. Tetapi
hendak menjelaskan istilah "As-Sunnah" atau "Ahlus Sunnah" menurut petunjuk yang sesuai dengan i'tiqad
Al-Imam Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan :
"..... Dari Abu Sufyan Ats-Tsauri ia berkata “

"Berbuat baiklah terhadap ahlus-sunnah karena mereka itu ghuraba"
(Diriwayatkan oleh Al-Lalika'i dalam "Syarhus-Sunnah" No. 49)

Yang dimaksud "As-Sunnah" menurut para Imam yaitu : "Thariqah (jalan hidup) Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dimana beliau shallallahu 'alaihi wa sallam dan para shahabat berada di atasnya. Yang selamat dari syubhat dan syahwat", oleh karena itu Al-Fudhail bin Iyadh mengatakan : "Ahlus Sunnah itu orang yang mengetahui apa yang masuk ke dalam perutnya dari (makanan) yang halal".
( lihat : Al-Lalika'i Syarhus Sunnah No. 51 dan Abu Nu'aim dalam Al-Hilyah 8:1034).

Karena tanpa memakan yang haram termasuk salah satu perkara sunnah yang besar yang pernah dilakukan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan para shahabat radhiyallahu 'anhum. Kemudian dalam pemahaman kebanyakan Ulama Muta'akhirin dari kalangan Ahli Hadits dan lainnya. As-Sunnah itu ungkapan tentang apa yang selamat dari syubhat-syubhat dalam i'tiqad khususnya dalam masalah-masalah iman kepada Allah, para Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, Hari Akhir, begitu juga dalam masalah-masalah Qadar dan Fadhailush-Shahabah (keutamaan shahabat).

Para Ulama itu menyusun beberapa kitab dalam masalah ini dan mereka menamakan karya-karya mereka itu sebagai "As-Sunnah". Menamakan masalah ini dengan "As-Sunnah" karena pentingnya masalah ini dan orang yang menyalahi dalam hal ini berada di tepi kehancuran. Adapun Sunnah yang sempurna adalah thariqah yang selamat dari syubhat dan syahwat. (Kasyful Karriyyah 19-20).

Ahlus Sunnah adalah mereka yang mengikuti sunnah Nabi shallallahu 'alahi wa sallam dan sunnah shahabatnya radhiyallahu 'anhum.

Al-Imam Ibnul Jauzi mengatakan : "..... Tidak diragukan bahwa Ahli Naqli dan Atsar pengikut atsar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan atsar para shahabatnya, mereka itu Ahlus Sunnah". (Talbisul Iblis oleh Ibnul Jauzi hal.16 dan lihat Al-Fashlu oleh Ibnu Hazm 2:107).

Kata "Ahlus-Sunnah" mempunyai dua makna

1. Mengikuti sunnah-sunnah dan atsar-atsar yang datangnya dari Rasulullah shallallu 'alaihi wa sallam dan para shahabat radhiyallahu 'anhum, menekuninya, memisahkan yang shahih dari yang cacat dan melaksanakan apa yang diwajibkan dari perkataan dan perbuatan dalam masalah aqidah dan ahkam.
2. Lebih khusus dari makna pertama, yaitu yang dijelaskan oleh sebagian ulama dimana mereka menamakan kitab mereka dengan nama As-Sunnah, seperti Abu Ashim, Al-Imam Ahmad bin Hanbal, Al-Imam Abdullah bin Ahmad bin Hanbal, Al-Khalal dan lain-lain. Mereka maksudkan (As-Sunnah) itu i'tiqad shahih yang ditetapkan dengan nash dan ijma'.

Kedua makna itu menjelaskan kepada kita bahwa madzhab Ahlus Sunnah itu kelanjutan dari apa yang pernah dilakukan Rasulullah shallallahu 'alaih wa sallam dan para shahabat radhiyallahu 'anhum. Adapun penamaan Ahlus Sunnah adalah sesudah terjadinya fitnah ketika awal munculnya firqah-firqah.

Ibnu Sirin rahimahullah mengatakan : "Mereka (pada mulanya) tidak pernah menanyakan tentang sanad.
Ketika terjadi fitnah (para ulama) mengatakan : Tunjukkan (nama-nama) perawimu kepada kami. Kemudian ia melihat kepada Ahlus Sunnah sehingga hadits mereka diambil. Dan melihat kepada Ahlul Bi'dah dan hadits mereka tidak diambil".
(Diriwayatkan oleh Muslim dalam Muqaddimah kitab shahihnya hal.15).

Al-Imam Malik rahimahullah pernah ditanya : "Siapakah Ahlus Sunnah itu ? Ia menjawab : Ahlus Sunnah itu mereka yang tidak mempunyai laqab (julukan) yang sudah terkenal yakni bukan Jahmi, Qadari, dan bukan pula Rafidli".
(Al-Intiqa fi Fadlailits Tsalatsatil Aimmatil Fuqaha. hal.35 oleh Ibnu Abdil Barr).

Kemudian ketika Jahmiyah mempunyai kekuasaan dan negara, mereka menjadi sumber bencana bagi manusia, mereka mengajak untuk masuk ke aliran Jahmiyah dengan anjuran dan paksaan. Mereka menggangu, menyiksa dan bahkan membunuh orang yang tidak sependapat dengan mereka. Kemudian Allah Subhanahu wa Ta'ala menciptakan Al-Imam Ahmad bin Hanbal untuk membela Ahlus Sunnah. Dimana beliau bersabar atas ujian dan bencana yang ditimpakan mereka.

Beliau membantah dan patahkan hujjah-hujjah mereka, kemudian beliau umumkan serta munculkan As-Sunnah dan beliau menghadang di hadapan Ahlul Bid'ah dan Ahlul Kalam. Sehingga, beliau diberi gelar Imam Ahlus Sunnah.

Dari keterangan di atas dapat kita simpulkan bahwa istilah Ahlus Sunnah terkenal di kalangan Ulama Mutaqaddimin (terdahulu) dengan istilah yang berlawanan dengan istilah Ahlul Ahwa' wal Bida' dari kelompok Rafidlah, Jahmiyah, Khawarij, Murji'ah dan lain-lain. Sedangkan Ahlus Sunnah tetap berpegang pada ushul (pokok) yang pernah diajarkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan shahabat radhiyallahu 'anhum.

AHLUS SUNNAH WAL- JAMAAH

Istilah yang digunakan untuk menamakan pengikut madzhab As-Salafus Shalih dalam i'tiqad ialah Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Banyak hadits yang memerintahkan untuk berjama'ah dan melarang berfirqah-firqah dan keluar dari jama'ah.
(lihat : Wujubu Luzuumil Jama'ah wa Dzamit Tafarruq. hal. 115-117 oleh Jamal bin Ahmad Badi).

Para ulama berselisih tentang perintah berjama'ah ini dalam beberapa pendapat. (Al-I'tisham 2:260-265).

1. Jama'ah itu adalah As-Sawadul A'dzam (sekelompok manusia atau kelompok terbesar-pen) dari pemeluk Islam.
2. Para Imam Mujtahid
3. Para Shahabat Nabi radhiyallahu 'anhum.
4. Jama'ahnya kaum muslimin jika bersepakat atas sesuatu perkara. 5. Jama'ah kaum muslimin jika mengangkat seorang amir.

Pendapat-pendapat di atas kembali kepada dua makna :

1. Bahwa jama'ah adalah mereka yang bersepakat mengangkat seseorang amir (pemimpin) menurut tuntunan syara', maka wajib melazimi jama'ah ini dan haram menentang jama'ah ini dan amirnya.
2. Bahwa jama'ah yang Ahlus Sunnah melakukan i'tiba' dan meninggalkan ibtida' (bid'ah) adalah madzhab yang haq yang wajib diikuti dan dijalani menurut manhajnya. Ini adalah makna penafsiran jama'ah dengan Shahabat Ahlul Ilmi wal Hadits, Ijma' atau As-Sawadul A'dzam. (Mauqif Ibni Taimiyah Minal Asya'irah 1 : 17).

Syaikhul Islam mengatakan : "Mereka (para ulama) menamakan Ahlul Jama'ah karena jama'ah itu adalah ijtima' (berkumpul) dan lawannya firqah. Meskipun lafadz jama'ah telah menjadi satu nama untuk orang- orang yang berkelompok. Sedangkan ijma' merupakan pokok ketiga yang menjadi sandaran ilmu dan dien.
Dan mereka (para ulama) mengukur semua perkataan dan pebuatan manusia zhahir maupun bathin yang ada hubungannya dengan dien dengan ketiga pokok ini (Al-Qur'an, Sunnah dan Ijma'). (Majmu al-Fatawa 3:175).

Istilah Ahlus Sunnah wal Jama'ah mempunyai istilah yang sama dengan Ahlus Sunnah. Dan secara umum
para ulama menggunakan istilah ini sebagai pembanding Ahlul Ahwa' wal Bida'. Contohnya : Ibnu Abbas
radhiyallahu 'anhum mengatakan tentang tafsir firman Allah Ta'ala :

"Pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri dan adapula muka yang muram". (Ali-Imran : 105).

"Adapun orang-orang yang mukanya putih berseri adalah Ahlus Sunnah wal Jama'ah sedangkan orang-orang
yang mukanya hitam muram adalah Ahlul Ahwa' wa Dhalalah". (Diriwayatkan oleh Al-Lalika'i 1:72 dan Ibnu
Baththah dalam Asy-Syarah wal Ibanah 137. As-Suyuthi menisbahkan kepada Al-Khatib dalam tarikhnya dan Ibni Abi Hatim dalam Ad-Durrul Mantsur 2:63).

Sufyan Ats-Tsauri mengatakan : "Jika sampai (khabar) kepadamu tentang seseorang di arah timur ada pendukung sunnah dan yang lainnya di arah barat maka kirimkanlah salam kepadanya dan do'akanlah mereka. Alangkah sedikitnya Ahlus Sunnah wal Jama'ah". (Diriwayatkan oleh Al-Lalika'i dalam Syarhus Sunnah 1:64 dan Ibnul Jauzi dalam Talbisul Iblis hal.9).

Jadi kita dapat menyimpulkan bahwa Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah firqah yang berada diantara firqah-firqah yang ada, seperti juga kaum muslimin berada di tengah-tengah milah-milah lain. Penisbatan kepadanya, penamaan dengannya dan penggunaan nama ini menunjukkan atas luasnya i'tiqad dan manhaj.

Nama Ahlus Sunnah merupakan perkara yang baik dan boleh serta telah digunakan oleh para Ulama Salaf.
Diantara yang paling banyak menggunakan istilah ini ialah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah.




ASY'ARIYAH, MATURIDIYAH DAN ISTILAH AHLUS SUNNAH

Asy'ariyah dan Maturidhiyah banyak menggunakan istilah Ahlus Sunnah wal Jama'ah ini, dan di kalanganmereka kebanyakan mengatakan bahwa madzhab salaf "Ahlus Sunnah wa Jama'ah" adalah apa yang dikatakan oleh Abul Hasan Al-Asy'ari dan Abu Manshur Al-Maturidi. Sebagian dari mereka mengatakan Ahlus Sunnah wal Jama'ah itu As'ariyah, Maturidiyah dan Madzhab Salaf.

Az-Zubaidi mengatakan : "Jika dikatakan Ahlus Sunnah, maka yang dimaksud dengan mereka itu adalah Asy'ariyah dan Maturidiyah". (Ittihafus Sadatil Muttaqin 2:6).

Penulis Ar-Raudhatul Bahiyyah mengatakan : "Ketahuilah bahwa pokok semua aqaid Ahlus Sunnah wal-Jama'ah atas dasar ucapan dua kutub, yakni Abul Hasan Al-Asy'ari dan Imam Abu Manshur Al-Maturidi". ( Ar-Raudlatul Bahiyyah oleh Abi Udibah hal.3).

Al-Ayji mengatakan : "Adapun Al-Firqotun Najiyah yang terpilih adalah orang-orang yang Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkata tentang mereka : "Mereka itu adalah orang-orang yang berada di atas apa yang Aku dan para shahabatku berada diatasnya". Mereka itu adalah Asy'ariyah dan Salaf dari kalangan Ahli Hadits dan Ahlus Sunnah wal Jama'ah". (Al-Mawaqif hal. 429).

Hasan Ayyub mengatakan : "Ahlus Sunnah adalah Abu Hasan Al-Asy'ari dan Abu Mansyur Al-Maturidi dan orang-orang yang mengikuti jalan mereka berdua. Mereka berjalan di atas petunjuk Salafus Shalih dalam memahami aqaid".
(lihat : Tabsithul Aqaidil Islamiyah, hal. 299 At-Tabshut fi Ushulid Din, hal. 153, At-Tamhid oleh An-nasafi hal.2, Al-Farqu Bainal Firaq, hal. 323, I'tiqadat Firaqil Muslimin idal Musyrikin, hal. 150).

Pada umumnya mereka mengatakan aqidah Asy'ariyah dan Maturidiyah berdasarkan madzhab Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Disini tidak bermaksud mempermasalahkan pengakuan bathil ini. Tetapi hendak menyebutkan dua kesimpulan dalam masalah ini.

1. Bahwa pemakaian istilah ini oleh pengikut Asy'ariyah dan Maturidiyah dan orang-orang yang terpengaruh oleh mereka sedikitpun tidak dapat merubah hakikat kebid'ahan dan kesesatan mereka dari Manhaj Salafus Shalih dalam banyak sebab.
2. Bahwa penggunaan mereka terhadap istilah ini tidak menghalangi kita untuk menggunakan dan menamakan diri dengan istilah ini menurut syar'i dan yang digunakan oleh para Ulama Salaf. Tidak ada aib dan cercaan bagi yang menggunakan istilah ini. Sedangkan yang diaibkan adalah jika bertentangan dengan i'tiqad dan madzhab Salafus Shalih dalam pokok (ushul) apapun.


Readmore...
 

Welcome In Anca Community Blogg's

Memasang Audio Streaming

Ahlan Wasahlan atas kesedian antum berkunjung di halaman blog ini. Login Form ini hanyalah variasi blog, karena blogspot merupakan blog terbuka, tetapi kami tidak menjadikan kecewa antum, walau tidak bisa login, sebagai gantinya kami berikan Tutorial Cara memasang Audio Streaming

Pasangkan

Untuk memasang audio : Klik Disini

Member Login

Lost your password?

Not a member yet? Sign Up!