Hadits ini sangat berharga karena mencakup semua fungsi
perbuatan lahiriah dan bathiniah, serta menjadi tempat merujuk bagi semua ilmu
syari’at dan menjadi sumbernya. Oleh sebab itu hadits ini menjadi induk ilmu
sunnah.
Hadits ini menunjukkan adanya contoh berpakaian yang bagus,
berperilaku yang baik dan bersih ketika datang kepada ulama, orang terhormat
atau penguasa, karena jibril datang untuk mengajarkan agama kepada manusia dalam
keadaan seperti itu.
Kalimat “ Ia meletakkan kedua telapak tangannya diatas
kedua paha beliau, lalu ia berkata : Wahai Muhammad…..” adalah riwayat yang
masyhur. Nasa’i meriwayatkan dengan kalimat, “Dan ia meletakkan kedua tangannya
pada kedua lutut Rasulullah….” Dengan demikian yang dimaksud kedua pahanya
adalah kedua lututnya.
Dari hadits ini dipahami bahwa islam dan iman
adalah dua hal yang berbeda, baik secara bahasa maupun syari’at. Namun
terkadang, dalam pengertian syari’at, kata islam dipakai dengan makna iman dan
sebaliknya.
Kalimat, “Kami heran, dia bertanya tetapi dia sendiri yang
membenarkannya” mereka para shahabat Rasulullah menjadi heran atas kejadian
tersebut, karena orang yang datang kepada Rasulullah hanya dikenal oleh beliau
dan orang itu belum pernah mereka ketahui bertemu dengan Rasulullah dan
mendengarkan sabda beliau. Kemudian ia mengajukan pertanyaan yang ia sendiri
sudah tahu jawabannya bahkan membenarkannya, sehingga orang-orang heran dengan
kejadian itu.
Kalimat, “Engkau beriman kepada Allah, kepada para
malaikat-Nya, dan kepada kitab-kitab-Nya….” Iman kepada Allah yaitu mengakui
bahwa Allah itu ada dan mempunyai sifat-sifat Agung serta sempurna, bersih dari
sifat kekurangan,. Dia tunggal, benar, memenuhi segala kebutuhan makhluk-Nya,
tidak ada yang setara dengan Dia, pencipta segala makhluk, bertindak sesuai
kehendak-Nya dan melakukan segala kekuasaan-Nya sesuai keinginan-Nya.
Iman
kepada Malaikat, maksudnya mengakui bahwa para malaikat adalah hamba Allah yang
mulia, tidak mendahului sebelum ada perintah, dan selalu melaksanakan apa yang
diperintahkan-Nya.
Iman kepada Para Rasul Allah, maksudnya mengakui bahwa
mereka jujur dalam menyampaikan segala keterangan yang diterima dari Allah dan
mereka diberi mukjizat yang mengukuhkan kebenarannya, menyampaikan semua ajaran
yang diterimanya, menjelaskan kepada orang-orang mukalaf apa-apa yang Allah
perintahkan kepada mereka. Para Rasul Allah wajib dimuliakan dan tidak boleh
dibeda-bedakan.
Iman kepada hari Akhir, maksudnya mengakui adanya kiamat,
termasuk hidup setelah mati, berkumpul dipadang Mahsyar, adanya perhitungan dan
timbangan amal, menempuh jembatan antara surga dan neraka, serta adanya Surga
dan Neraka, dan juga mengakui hal-hal lain yang tersebut dalam Qur’an dan Hadits
Rosululloh.
Iman kepada taqdir yaitu mengakui semua yang tersebut diatas,
ringkasnya tersebut dalam firman Allah QS. Ash-Shaffaat : 96, “Allah menciptakan
kamu dan semua perbuatan kamu” dan dalam QS. Al-Qamar : 49, “Sungguh segala
sesuatu telah kami ciptakan dengan ukuran tertentu” dan di ayat-ayat yang lain.
Demikian juga dalam Hadits Rasulullah, Dari Ibnu Abbas, “Ketahuilah, sekiranya
semua umat berkumpul untuk memberikan suatu keuntungan kepadamu, maka hal itu
tidak akan kamu peroleh selain dari apa yang Allah telah tetapkan pada dirimu.
Sekiranya merekapun berkumpul untuk melakukan suatu yang membahayakan dirimu,
niscaya tidak akan membahayakan dirimu kecuali apa yang telah Allah tetapkan
untuk dirimu. Segenap pena diangkat dan lembaran-lembaran telah
kering”
Para Ulama mengatakan, Barangsiapa membenarkan segala urusan
dengan sungguh-sungguh lagi penuh keyakinan tidak sedikitpun terbersit keraguan,
maka dia adalah mukmin sejati.
Kalimat, “Engkau menyembah Allah seolah-olah
engkau melihat-Nya….” Pada pokoknya merujuk pada kekhusyu’an dalam beribadah,
memperhatikan hak Allah dan menyadari adanya pengawasan Allah kepadanya serta
keagungan dan kebesaran Allah selama menjalankan ibadah.
Kalimat,
“Beritahukan kepadaku tanda-tandanya ? sabda beliau : Budak perempuan melahirkan
anak tuannya” maksudnya kaum muslimin kelak akan menguasai negeri kafir,
sehingga banyak tawanan, maka budak-budak banyak melahirkan anak tuannya dan
anak ini akan menempati posisi majikan karena kedudukan bapaknya. Hal ini
menjadi sebagian tanda-tanda kiamat. Ada juga yang mengatakan bahwa itu
menunjukkan kerusakan umat manusia sehingga orang-orang terhormat menjual budak
yang menjadi ibu dari anak-anaknya, sehingga berpindah-pindah tangan yang
mungkin sekali akan jatuh ke tangan anak kandungnya tanpa
disadarinya.
Hadits ini juga menyatakan adanya larangan berlomba-lomba
membangun bangunan yang sama sekali tidak dibutuhkan. Sebagaimana sabda
Rasulullah,” Anak adam diberi pahala untuk setiap belanja yang dikeluarkannya
kecuali belanja untuk mendirikan bangunan”
Kalimat, “Penggembala Domba”
secara khusus disebutkan karena merekalah yang merupakan golongan badui yang
paling lemah sehingga umumnya tidak mampu mendirikan bangunan, berbeda dengan
para pemilik onta yang umumnya orang terhormat.
Kalimat, “Saya tetap tinggal
beberapa lama” maksudnya Umar radhiallahu 'anh tetap tinggal ditempat itu
beberapa lama setelah orang yang bertanya pergi, dalam riwayat yang lain yang
dimaksud tetap tinggal adalah Rosululloh.
Kalimat, “Ia datang kepada kamu
sekalian untuk mengajarkan agamamu” maksudnya mengajarkan pokok-pokok agamamu,
demikian kata Syaikh Muhyidin An Nawawi dalam syarah shahih muslim. Isi hadits
ini yang terpenting adalah penjelasan islam, iman dan ihsan, serta kewajiban
beriman kepada Taqdir Allah Ta'ala.
Sesungguhnya keimanan seseorang dapat
bertambah dan berkurang, QS. Al-Fath : 4, “Untuk menambah keimanan mereka pada
keimanan yang sudah ada sebelumnya”. Imam Bukhari menyebutkan dalam kitab
shahihnya bahwa ibnu Abu Mulaikah berkata, “Aku temukan ada 30 orang shahabat
Rasulullah yang khawatir ada sifat kemunafikan dalam dirinya. Tidak ada
seorangpun dari mereka yang berani mengatakan bahwa ia memiliki keimanan seperti
halnya keimanan Jibril dan Mikail ‘alaihimus salaam”
Kata iman mencakup
pengertian kata islam dan semua bentuk ketaatan yang tersebut dalam hadits ini,
karena semua hal tersebut merupakan perwujudan dari keyakinan yang ada dalam
bathin yang menjadi tempat keimanan. Oleh karena itu kata Mukmin secara mutlak
tidak dapat diterapkan pada orang-orang yang melakukan dosa-dosa besar atau
meninggalkan kewajiban agama, sebab suatu istilah harus menunjukkan pengertian
yang lengkap dan tidak boleh dikurangi, kecuali dengan maksud tertentu. Juga
dibolehkan menggunakan kata Tidak beriman sebagaimana pengertian hadits
Rasulullah, “Seseorang tidak berzina ketika dia beriman dan tidak mencuri ketika
dia beriman” maksudnya seseorang dikatakan tidak beriman ketika berzina atau
ketika dia mencuri.
Kata islam mencakup makna iman dan makna ketaatan,
syaikh Abu ‘Umar berkata, “kata iman dan islam terkadang pengertiannya sama
terkadang berbeda. Setiap mukmin adalah muslim dan tidak setiap muslim adalah
mukmin” ia berkata, “pernyataan seperti ini sesuai dengan kebenaran”
Keterangan-keterangan Al-Qur’an dan Assunnah berkenaan dengan iman dan islam
sering dipahami keliru oleh orang-orang awam. Apa yang telah kami jelaskan
diatas telah sesuai dengan pendirian jumhur ulama ahli hadits dan lain-lain.
Wallahu a’lam
|