Oleh:Nuur Fakhrul as-ShiddiQ
http://groups.yahoo.com/group/pmh-uitm
Maka sesungguhnya kamu tidak akan mampu menjadikan orang-orang yang mati itu
dapat mendengar, dan menjadikan orang-orang yang tuli dapat mendengar seruan,
apabila mereka itu berpaling membelakang. (ar-Ruum (30): 52)
Berikut saya bawakan petikan daripada Tafsir Ibnu Katheer , edisi English
(terbitan Darussalam), berkenaan ayat di atas:
Allah says, `just as you are not able to make the dead hear in their graves, or
to make your words reach the deaf who cannot hear and who still turn away from
you, so too you cannot guide the blind to the truth and bring them back from
their misguidance.' That is a matter which rests with Allah, for by His power
He can make the dead hear the voices of the living if He wills. He guides whom
He wills and sends astray whom He wills, and no one but He has the power to do
this. Allah says:
(you can make to hear only those who believe in Our Ayat, and have submitted
(to Allah in Islam).) means, those who are humble and who respond and obey.
These are the ones who will listen to the truth and follow it; this is the
state of the believers; the former (being deaf and blind) is the state of the
disbelievers, as Allah says:
(It is only those who listen will respond, but as for the dead, Allah will
raise them up, then to Him they will be returned.) (6:36) `A'ishah, the Mother
of the faithful, may Allah be pleased with her, used this Ayah -- (So verily,
you cannot make the dead to hear) as evidence against `Abdullah bin `Umar when
he reported that the Prophet had addressed the slain disbelievers who had been
thrown into a dry well three days after the battle of Badr, rebuking and reprimanding
them, until `Umar said, "O Messenger of Allah, are you addressing people
who are dead bodies'' He said:
(By the One in Whose Hand is my soul, you do not hear what I say any better
than they do, but they cannot respond.) s`A'ishah interpreted this event to
mean that the Prophet was making the point that now they would know that what
he had been telling them was true. Qatadah said: "Allah brought them back
to life for him so that they could hear what he said by way of rebuke and
vengeance.''
“Dan tidaklah (pula) sama orang-orang yang hidup dan orang-orang yang mati.
Sesungguhnya Allah memberi pendengaran kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan
kamu sekali-kali tiada mampu menjadikan orang yang didalam kubur dapat
mendengar. (Faathir (35): 22)
Berikut pula adalah nas-nas daripada hadis-hadis yang menolak kebolehan orang
yang mati itu mendengar doa (permintaan) daripada orang yang hidup, selanjut
menolak hujah bahawa kita boleh bertawassul kepada orang yang telah mati:
Narrated Hisham's father:
It was mentioned before 'Aisha that Ibn 'Umar attributed the following
statement to the Prophet "The dead person is punished in the grave because
of the crying and lamentation Of his family." On that, 'Aisha said,
"But Allah's Apostle said, 'The dead person is punished for his crimes and
sins while his family cry over him then." She added, "And this is
similar to the statement of Allah's Apostle when he stood by the (edge of the)
well which contained the corpses of the pagans killed at Badr, 'They hear what
I say.' She added, "But he said now they know very well what I used to
tell them was the truth." 'Aisha then recited: 'You cannot make the dead
hear.' (30.52) and 'You cannot make those who are in their Graves, hear you.'
(35.22) that is, when they had taken their places in the (Hell) Fire. (Bukhari
:: Book 5 :: Volume 59 :: Hadith 316)
Narrated Abu Talha:
On the day of Badr, the Prophet ordered that the corpses of twenty four leaders
of Quraish should be thrown into one of the dirty dry wells of Badr. (It was a
habit of the Prophet that whenever he conquered some people, he used to stay at
the battle-field for three nights. So, on the third day of the battle of Badr,
he ordered that his she-camel be saddled, then he set out, and his companions
followed him saying among themselves." "Definitely he (i.e. the
Prophet) is proceeding for some great purpose." When he halted at the edge
of the well, he addressed the corpses of the Quraish infidels by their names
and their fathers' names, "O so-and-so, son of so-and-so and O so-and-so,
son of so-and-so! Would it have pleased you if you had obeyed Allah and His
Apostle? We have found true what our Lord promised us. Have you too found true
what your Lord promised you? "'Umar said, "O Allah's Apostle! You are
speaking to bodies that have no souls!" Allah's Apostle said, "By Him
in Whose Hand Muhammad's soul is, you do not hear, what I say better than they
do." (Qatada said, "Allah brought them to life (again) to let them
hear him, to reprimand them and slight them and take revenge over them and
caused them to feel remorseful and regretful."). (Bukhari :: Book 5 ::
Volume 59 :: Hadith 314)
Narrated Ibn Umar:
The Prophet stood at the well of Badr (which contained the corpses of the
pagans) and said, "Have you found true what your lord promised you?"
Then he further said, "They now hear what I say." This was mentioned
before 'Aisha and she said, "But the Prophet said, 'Now they know very
well that what I used to tell them was the truth.' Then she recited (the Holy
Verse):-- "You cannot make the dead hear... ...till the end of
Verse)." (30.52) (Bukhari :: Book 5 :: Volume 59 :: Hadith 317)
---------------
Hadis-Hadis Yang Lain:
Hadits yang diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab shahih-nya dari Buraidah
Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
sering mengajarkan kepada mereka (para sahabatnya) jika mendatangi pekuburan
agar mengucapkan;
“Ertinya: Keselamatan atas kalian, wahai penghuni kubur dari kaum mukminin dan
muslimin. Kami insya Allah akan menyusul kalian. Kalian adalah pendahulu kami.
Aku meminta kepada Allah kesejahteraan untuk kami dan kalian” (Ahmad II/300,
375,408. V/353,359,360. VI/71,76,111,180,221. Muslim dengan Syarh Nawawi
VII/44,45. Nasa’i IV/94 dan Ibnu Majah I/494)
Para Khalifah yang Empat dan sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang
lain serta Tabi’in yang mengikuti mereka dengan baik telah menjalankan petunjuk
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut, iaitu dengan berdoa kepada Allah
untuk kesejahteraan diri sendiri dan untuk orang yang telah pergi (meninggal
dunia) dan bukan sebaliknya dengan meminta (bertawassul) kepada orang yang di
dalam kubur itu. Hadis di atas tidak langsung menunjukkan bahawa orang yang
mati itu mendengar apa yang kita perkatakan.
Penyalahgunaan ayat
169 Surah Ali Imran
Ada sebahagian kelompok, menyatakan bahawa orang yang mati itu hidup,
terutamanya para ‘anbiya’, ulama, para syuhada, wali, dan lain-lain dengan
berdasarkan ayat 169 daripada surah ali Imran. Dengan itu, mereka menyatakan
bahawa kita boleh menjadikan mereka sebagai perantara untuk memperkenankan doa
kita dengan menjadi penghubung kita dengan Allah kerana mereka berada di sisi
Allah.
“Dan jangan sekali-kali Engkau menyangka orang-orang Yang terbunuh (yang gugur
Syahid) pada jalan Allah itu mati, (Mereka tidak mati) bahkan mereka adalah
hidup (secara istimewa) di sisi Tuhan mereka...” (Ali Imran: 169)
Sebenarnya, di dalam ayat ini sendiri tidak langsung menyatakan bahawa orang
yang syahid dan hidup di sisi Allah itu mampu menjadi perantara untuk
memperkenankan doa. Dan selanjutnya, kita sendiri tidak tahu mereka berada di
mana di sisi Allah itu. Sedangkan para malaikat sendiri yang naik kepada Allah
pun tidak mampu menjadi perantara kita dengan Allah, inikan pula orang yang
telah mati yang kita tidak tahu mereka di mana. Tidaklah lain, sebenarnya
mereka hanya menggunakan akal dan sangkaan nafsu semata-mata mentakwil ayat
tersebut.
“Dan berapa banyaknya malaikat di langit, syafaat mereka sedikitpun tidak
berguna, kecuali sesudah Allah mengizinkan bagi orang yang dikehendaki dan
diridhai (Nya). (an-Najm (53: 26)”
Berkenaan Pergi Ke
Kubur Dan Bertawassul Dengan Orang Kuburan:
Allah s.w.t. berfirman:
“Ertinya: Katakanlah, ‘Serulah mereka yang kamu anggap (sebagai bahan sembahan)
selain Allah, mereka tidak memiliki (kekuasaan) seberat zarrah pun di langit
dan di bumi, dan mereka tidak mempunyai suatu saham pun dalam (penciptaan)
langit dan bumi, dan sekali-kali tidak ada di antara mereka yang menjadi
pembantu bagiNya” (Saba (34): 22)
Sabda Rasulullah s.a.w:
“Ertinya: Janganlah kalian jadikan rumah kalian sebagai kuburan dan jangan
jadikan kuburku sebagai tempat perayaan (beribadat), dan bersalawatlah atasku,
sesungguhnya shalawat kalian sampai kepadaku bagaimanapun keadaan kalian” (Hadits
Riwayat Tirmidzi V/157, Abu Dawud II/534, dan Ibnu Majah I/348 di dalam Sunan)
Sedangkan yang berkenaan dengan beribadah kepada Allah di kuburan, maka Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang yang demikian itu. Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Ertinya: Semoga Allah membinasakan orang-orang Yahudi. Mereka menjadikan kubur
para nabi mereka sebagai masjid (tempat ibadah).” (Hadits Riwayat Bukhari da
Muslim)
Larangan menjadikan kubur sebagai masjid (tempat ibadah) mengandungi larangan
menjadikan kubur sebagai tempat beribadah kepada Allah atau untuk beribadah
kepada selain-Nya, sama saja apakah terdapat bangunannya ataupun tidak.
Adapun (perbuatan) mendatangi penghuni kubur lalu berdoa kepadanya dan meyakini
bahwa dia memiliki manfaat dan mudharat (bahaya), maka perbuatan ini adalah
syirik besar. Melalui hadis tersebut juga Nabi s.a.w hanya menyatakan bahawa
yang sampai adalah selawat ke atas beliau (Nabi s.a.w) dan bukannya doa atau
pun sebarang permintaan.
Firman Allah s.w.t:
“Ertinya: Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia” (Al-Ikhlas (112):
4)
Dan di dalam hadits qudsi;
“Ertinya: Barangsiapa yang mengerjakan suatu amalan yang didalamnya dia
mempersekutukan Aku dengan selain-Ku, maka Aku tinggalkan dia dan sekutunya.”
(Hadits Riwayat Muslim)
Sabda Baginda Rasulullah s.a.w lagi;
Janganlah kamu meninggalkan gambar kecuali engkau telah menghancurkannya dan
tidak pula kubur yang diagungkan melainkan engkau telah meratakannya” (Imam
Ahmad I/96, 129. Muslim dengan Syarah Nawawi VII/36. Nasai IV/88,89 dan
Tirmidzi III/366.)
Dan telah tetap dari Nabi s.a.w. bahawa beliau melarang mengapuri kubur, duduk
di atasnya, dan dibuat bangunan di atasnya. (Lihat Hadits Riwayat Imam Ahmad
III/295, 399. Muslim dengan Syarah Nawawi VII/37. Tirmidzi III/368. Abu Dawud
III/552. Nasai IV/86,87. Ibnu Majah I/498)
Allah menghendaki Kita Bertawakkal dan berserah hanya kepada Allah s.w.t:
“Ertinya: Maka bertawaqallah kamu kepada Allah menurut kesanggupannmu”
(At-Taghabun: 16)
“Ertinya: Katakanlah, ‘Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku
hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam, tiada sekutu baginya; dan demikian
itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama
menyerahkan diri (kepada Allah)” (Al-An’am: 162-163)
Berdoalah Kepada Allah
(Allah mengarahkan agar berdoa kepada-Nya secara terus tanpa ada tawassul
kepada zat selainnya):
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah),
bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa
apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala
perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada
dalam kebenaran. (al-Baqarah (2): 186)
Tidak Berdoa Dan
Beribadah Sambil Menyekutukan Allah:
"Dan bahawa sesungguhnya masjid-masjid itu untuk (ibadat kepada) Allah
semata-mata; maka janganlah kamu seru dan sembah sesiapapun bersama-sama Allah.
"Dan bahawa sesungguhnya, ketika hamba Allah (Nabi Muhammad) berdiri
mengerjakan Ibadat kepada-Nya, mereka hampir-hampir menindih satu sama lain
mengerumuninya". Katakanlah (Wahai Muhammad): "Sesungguhnya Aku
hanyalah beribadat kepada Tuhanku semata-mata, dan Aku tidak
mempersekutukan-Nya Dengan sesiapapun". (al-Jin (72): 18-20)
Berkenaan Syafa’at
Daripada Nabi s.a.w.:
Dalam hal ini, adalah sebenarnya syafa’at belum diberikan kepada sesiapa pun
lagi pada masa ini. Maka, adalah suatu tindakan yang batil apabila seseorang
itu berdoa memohon syafa’at daripada Rasulullah s.a.w ketika di waktu ini.
Sedangkan perihal syafa’at itu hanyalah berlangsung di hari kiamat kelak.
Dalilnya adalah hadith riwayat Muslim daripada Kitab al-Iman, dan ad-Darimi
bahawa Rasulullah s.a.w. telah bersabda:
“Aku adalah orang yang pertama yang memberi syafa’at di syurga dan aku adalah
nabi yang paling banyak bilangan pengikutnya.”
Malah di dalam hadis-hadis yang lain di dalam sahih Muslim, kitab al-Iman (oleh
Imam Muslim) menyatakan bahawa manusia pergi kepada nabi-nabi bermula dengan
Adam a.s., Nuh a.s., Ibrahim a.s., Musa a.s., dan ‘Isa a.s., untuk mendapatkan
syafa’at melalui mereka supaya mempercepatkan hisab di hari kiamat serta
dimasukkan ke dalam syurga. Kesemua nabi-nabi tidak mampu melakukannya
melainkan setelah Rasulullah s.a.w. menyembah Allah s.w.t. lalu dikurniakan
syafa’at kepadanya. Di dalam bab yang sama juga, imam Muslim telah meriwayatkan
daripada Abu Hurairah, hadith berikut:
“Bagi setiap nabi (telah diberi peluang) permintaan yang dikabulkan. Maka
setiap nabi yang lain telah mempercepatkan permintaannya masing-masing.
(Tetapi) sesungguhnya aku (nabi s.a.w.) telah menyimpan permintaan aku (untuk
mendapatkan) syafa’at bagi umatku di hari kiamat kelak dan ia (syafa’atku ini)
adalah dikurniakan jika dikehendaki Allah s.w.t. kepada sesiapa yang mati dari
umatku yang tiada mensyirikkan Allah dengan sesuatu.”
Hadis-hadis yang lain:
“Sesungguhnya syafa'atku diperuntukkan bagi umatku yang sama sekali tidak
berbuat syirik kepada Allah.” (Hadis Riwayat Ahmad)
Sumber :
Diambil dari Blog : http://bahaya-syirik.blogspot.com